Revolusi Mental (Melawan Hoax) melalui Tokoh Agama


Di tengah banyaknya problema bangsa yang membuat keadaan sosial dan politik di Indonesia menjadi jauh dari kata ideal. Ancaman disintegrasi akan semakin dekat ketika situasi seperti saat sekarang terus menerus terjadi. Kejadian demi kejadian yang menandakan bahwa kondisi di Indonesia sedang tidak ideal satu persatu muncul. Mulai dari kasus pengeroyokan supporter salah satu klub sepakbola oleh supporter klub sepakbola yang lain ramai dibicarakan di media media pemberitaan nasional. Kasus ini menunjukkan bahwa ada sebuah masalah penyebab disintegrasi yang harus diselesaikan, karena ini merupakan permasalahan antar anak bangsa.
Permasalahan lain muncul ketika elit elit politik menampilkan sebuah tampilan politik yang jauh dari esensi negara demokrasi, bak dua sisi koin. Indonesia yang katanya negara demokrasi tetapi satu sisi yang ditampilkan oleh para elit politiknya adalah egoisme masing masing pribadi ataupun kelompok tertentu. Etnosentrisme yang kuat selain menambah kecintaan kepada tanah air harus menjadi perhatian pemerintah dimana nantinya efek dari etnosentrisme akan mengarah pada diskriminasi dan pertikaian antar suku yang ada dalam suatu bangsa.
Berita hoax yang kini marak terjadi harus diperhatikan lebih oleh pemerintah maupun tokoh berpengaruh dalam negeri dan menjadikannya masalah nasional yang harus diselesaikan Bersama sama. Sejatinya hoax saat ini menjadi alat yang sangat ampuh untuk menjadikan masyarakat dalam suatu bangsa menjadi tidak percaya kepada pemerintah, menjadi masyarakat yang kurang kritis dan menjadi sumber perpecahan. Hoax saat ini merupakan perwujudan kembali “devide at imperaa” suatu politik adu domba yang digunakan oleh penjajah dizaman dulu untuk menjajah bangsa Indonesia. Berbagai macam peristiwa hoax diantaranya yaitu maraknya info prediksi gempa yang mengatasnamakan Lembaga BMKG yang dimana hoax ini membuat masyarakat risih dan takut, dan penulis melihat hal ini merupakan upaya oknum untuk menghambat jalannya ekonomi di Indonesia dengan membuat masyarakat takut dengan menyebarkan infomasi hoax terkait bencana yang akan terjadi. Setiap yang terjadi dalam bangsa ini tentu muncul sebagai akibat dari kurang peduli terhadap sesama dan masih terdapat ego dan rasa tidak cinta kepada bangsa. Permasalahan ini harus kita jawab Bersama, dalam tulisan ini penulis ingin menawarkan suatu ide ataupun mengingatkan bahwa Gerakan Revolusi Mental yang diusung oleh Bapak Jokowi merupakan gerakan yang tepat untuk menekan munculnya peristiwa peristiwa negatif seperti yang dipaparkan pada bagian awal tulisan ini tadi. Gerakan revolusi mental perlu dimasifkan lagi dengan menggunakan peran vital tokoh agama di Indonesia. Riset Varkey Foundation menyatakan 93 persen anak muda Indonesia yang usianya 17-23 tahun menganggap agama faktor penting dalam kehidupan. Keadaan seperti data diatas perlu dimanfaatkan oleh pemerintah untuk mulai menggerakan revolusi mental melalui tokoh ulama.
Semua agama yang ada di Indonesia mengajarkan untuk menjadi manusia yang baik, tentunya semua agama dalam menyikapi peristiwa negatif yang akhir akhir ini terjadi di Indonesia tentunya sama yaitu menolak dan berusaha untuk menekan angka kejadian yang tidak menyenangkan di negeri ini. Upaya sosialisasi tentang revolusi mental sudah pernah dilakukan oleh bangsa Jepang dan mereka berhasil walaupun membutuhkan waktu yang cukup lama. Jepang membutuhkan waktu 1500 tahun untuk melakukan gerakan revolusi mental pada bangsanya (Buku Seikatsu Kaizen), Tetapi di zaman yang serba cepat ini langkah tersebut dapat dipercepat dengan teknologi yang sudah marak. Menjadi sesuatu yang sangat bagus ketika Indonesia lewat tokoh agama memasifkan gerakan revolusi mental yang sebelumnya menjadi tagline pemerintahan Jokowi. Masyarakat Indonesia sangat taat beribadah dan patuh terhadap agamanya, terutama ketika tokoh agamanya mengeluarkan pernyataan ataupun ajaran mereka cenderung akan mengikuti.
Berbagai ajaran yang melarang penganutnya untuk menyebarkan hoax seperti dalam Islam ditegaskan dalam salah satu ayat Al Qurannya untuk tidak menyebarkan berita hoax (QS. An-Nur [24] 11), juga dalam agama Kristen ada ajaran Gereja Katolik yang melarang untuk berdusta atau berbohong, hal itu tertuang dalam salah satu butir dari sepuluh perintah Alla. Agama lainnya yang melarang untuk menyebarkan hoax dan sampai dalam ajarannya terdapat tips agar terhindar dari hoax adalah agama Bhudda. Sri Bhudda mengajarkan untuk  jangan mudah percaya begitu saja serta datang dan selidiki sendiri (ehipassiko), ajaran tersebut masih dapat diterapkan pada masa sekarang ini. Upaya revolusi mental melalui tokoh agama sangat berpotensi untuk berhasil menanggulangi krisis mental yang dialami suatu bangsa dan lebih berpotensi untuk penyatuan persepsi pada suatu permasalahan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Obat dari Hoax adalah Buku, Tapi… (Yang dibaca)

[Review Buku : Tarbiyah Dzatiyah]

Membangun indonesia emas dengan GAMES (Generasi Anak Muda EnterpreneurShip)