Bukan Kuantitas Petani, Tapi Kualitas Petani 4.0
Era
disrupsi 4.0 memaksa sebuah peradaban untuk menjadi pelari yang sangat cepat
daripada yang lainnya, era dimana slogan “Siapa cepat dia dapat” patut untuk
disematkan. Pendiri bangsa ini mengatakan bahwa masalah pangan adalah masalah
hidup matinya suatu bangsa, tentu itu akan menjadi sebuah pengingat bagi kita
bahwa untuk mempertahankan suatu kehidupan kita tidak dapat dipisahkan dari
yang namanya pertanian.
Keberlangsungan
sebuah bidang dalam menyokong kehidupan adalah tergantung dari apakah bidang
tersebut mampu menghasilkan sebuah manajemen resiko ketika bidang tersebut
tidak dapat lagi bergerak atau dengan kata lain orang orang yang berkecimpung
didalamnya berkurang karena batasan umur ataupun hal hal lain yang tidak
diduga. Sektor pertanian saat ini menjadi fokus perhatian pemerintah.
Kementerian pertanian dalam sebuah artikel mengatakan bahwa akan mempersiapkan
sejumlah 1 juta petani millenial (merdeka.com, Januari 2019)
Menjadi
seorang petani adalah pekerjaan yang mulia (secara filosofisnya seperti itu)
tetapi ketika dipandangan dengan realitas yang terjadi dimasyarakat khususnya
di Indonesia, menjadi petani adalah pekerjaan yang tidak memberikan pemasukan
yang kurang secara ekonomis dan rendah secara klasifikasi sosial dalam
kehidupan bermasyarakat. Merupakan PR besar bagi pemerintah khususnya
Kementerian Pertanian untuk menyiapkan pertanian masa depan yang tetap dapat
memenuhi kebutuhan pangan nasional.
Berdasarkan hasil survey LIPI hampir
tidak ada anak petani yang ingin menjadi petani. Sekitar 4% usia 15-35 tahun
berminat menjadi petani. Dan yang lebih mencengangkan adalah dari jumlah petani
yang ada sebanyak 65% merupakan masyarakat usia 45 tahun keatas. Sebuah musibah
jangka panjang yang dialami Indonesia jika hal ini dibiarkan terus menerus.
Tetapi solusi menambah atau mengarahkan setiap anak muda untuk menjadi buruh
tani ataupun petani (yang langsung terjun ke sawah) adalah solusi yang keliru
di era 4.0 ini. Jadi solusi yang bagaimana yang harus diambil?
Pengubahan
paradigma pertanian pada era 4.0 ini menjadi sangat penting yaitu mengubah dari
pertanian konvensional menjadi pertanian yang efisien dan efektif dengan
menggunakan pendekatan teknologi informasi yang tersedia di era sekarang.
Ketika pemerintah gagal menyiapkan generasi penerus dibidang pertanian dapat
dikatakan bahwa 20 tahun yang akan datang pemerintah telah gagal menjamin
keutuhan dan kelangsungan hidup bangsa Indonesia. Pendekatan persiapan generasi
pengelola pertanian di era sekarang bukan dengan melahirkan sebanyak banyaknya
buruh tani yang langsung memanggul pacul dan menanam di sawah, tetapi dengan
memastikan bahwa disuatu wilayah atau desa terdapat tenaga ahli (usia muda)
yang mengerti cara cara menggunakan drone dan manajemen farm farm ataupun lahan lahan pertanian. Ketika petani millenial
itu mampu berlari diera yang memaksa kita untuk berlari ini dengan kecepatan
yang tinggi maka sebuah sektor pertanian impian dan berkelanjutan akan
dirasakan oleh Indonesia di 20 tahun yang akan datang. Yang diperlukan oleh
pertanian saat ini adalah sumberdaya manusia yang berkompeten dan
tersertifikasi.
Komentar
Posting Komentar